Wacana penbentukan Lembaga Pengawas Medsos (LPM), memang berpotensi mematikan demokrasi, kata Prof. Pierre.
Banten, posbogor.com
Mewacanakan Ada Lembaga Pengawas Media Sosial Harusnya Bisa Lebih Mendidik, Membina serta Mengarahkan, kamis (27/07).
Wacana penbentukan Lembaga Pengawas Medsos (LPM), memang berpotensi mematikan demokrasi, kata Prof. Pierre Suteki yang beredar luas di medial sosial pasa akhir Juli 2023. Gagasan itu
Budiluncurkan Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi yang mengklaim lembaga tersebuy diudulkan oleh Menko Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Prof. Machgud MD.
Dalam gambaran awalnya, kata Mekominfo adalah untuk mendorong masyarakat bersikap santun dan bijak dalam menggunakan media sosial supaya media sosial tidak menimbulkan kegaduhan.
Meski begitu, toh dia juga dapat memahami kekhawatiran warga masyarakat yang menganggap adanya kecenderungan untuk melakukan pengekangan dalam kebebasan berpendapat jika lembaga itu dibentuk.
Meski wacana dari lembaga tersebut belum akan dirumuskan dalam waktu dekat, toh telah mengundang keresahan, khususnya bagi netizen yang mulai ramai menurunkan komentarnya sejak 20 Juli 2023.
Jika pun Lembaga Pengawas Medsos harus ada, idealnya fungsi serta keberadaannya harus lebih jelas melakukan pembinaan.
Bukan pengejangan dan pelarangan dengan cara memberi peringatan serta penghargaan yang sifatnya lebih memberi motivasi dengan mengumumkan memumumkan kreteri kualitas dari medsos yang bersangkutan secara meluas kepada masyarakat.
Yang pasti akan meresahkan adalah gairah melakukan pengekangan dan pelarangan — apalagi sampai harus membrangus — medsos yang bersangkutan tanpa kreteria penakar yang jelas.
Artinya, bila kehadiran dari lembaga pengawas medsos harus diwujudkan, hendaknya bisa lebih berperan memberi bimbingan.
Arahan serta peringatan yanv jelas dan berjenjang atas penilaian yang obyektif dan dilakukan secara terbuka, sehingga dapat menjadi pegangan dari pembelajaran banyak orang.
Kehadiran medsos yang tidak santun dan tidak sopan — bahkan cenderung seronok, menfitnah atau menyerang kehornatan orang kain, toh dapat dapat dikenakan sanksi melalui UU ITE.
Jadi gairah atau semangat untuk melakukan pembinaan bisa dilakukan seperti yang sudah disebutkan di atas.
Seraya memberi penghargaan kepada sejumlah medsos yang bisa memberi nilai tambah — informasi, publikatif dan komunikasi yang bernilai positif bagi orang banyak.
Karena itu sistem penilaian harus memiliki kreteri yang jelas dsn transoaran serta dilakukan oleh satu badan seperti dewan yang terdiri dari berbagai unsur.
Termasuk wakil dari masyarakat yang dapat nemberikan 3penilaiannya dengan argumen atau alasan yang jujur dan sehat.
Jika selama ini yang selalu terkesan adalah sikap pengekangan dan pelarangan dari pemerintah — yang nota bene enggan dikritik karena tidak mampu memahaminya sebagai suatu masukan — maka saatnya Menkominfo membuat satu terobosan kreatif.
Guna meninggalkan jejak langkah yang monumental, meski hanya sebatas lembaga pengawas dan pembina medsos yang berpotensi untuk dikembangkan guna menyerap sumber daya manusia Indonesia yang kreatif.
Inovatif dan inventif — agar mampu memasuki peradaban dunia yang baru, yang tak lagk mungkin berhenti atau surug ke belakang.
Andai saja benar niat baik Menkominfo hendak melakukan lembinaan lewat kembaga pebgawasan media sosial.
Perlu didukung serta dikawal oleh segenap pengguna media sosial, supaya media sosial bisa menjadi salah satu alternatif dari bidang pekerjaan yang layak dan patut ditekuni secara lebih profesional.
Lain ceritanya, kalau semangat dari hasrat untuk menghadirkan lembaga pengawas mefia sosial itu hanya untuk mengekang.
Membatasi serta mengkerdilkan media sosial yang ada dan sudah mulai menemukan bentuk tata kelola sebagai suatu bidang pekerjaan yang dapat dilakukan secara profesional,
Maka sebaiknya gagasan untuk membuat lembaga pengawas media sosial itu tiada gunanya.
Sebab, jika semangat dari hasrat untuk menghadirkan lembaga tersebut bertentangan dengan aspirasi dan keinginan rakyat, pasti akan membuat kegaduhan serta perlawanan dari rakyat.
Sebab media sosial telah menjadi semacam kebutuhan yang tidak lagi bisa diabaikan.
Opini : Jacob Ereste